The Power of Kepepet : Berani jadi Mandiri

Ini bukan soal the power of kepepetnya jaya setiabudi, buku yang kata penulisnya sendiri diklaim sebagai "national best seller dalam hitungan hari", mungkin maksudnya best seller dalam 30 hari atau 90 hari atau malah 365 hari, pokoknya hitungan hari..hehe, bahasa marketing yang super.

Ini soal pengalamanku menjadi "paman yang pelit" buat ponakanku. Namanya nilam, naik kelas IX di SMP 2 Cirebon. Karna masuk 3 besar maka dia diijinkan orangtuanya liburan di negeri kelahirannya, PURWOKERTO. Sebuah negeri dimana nenek moyang dari ibunya dilahirkan. Ya, ibunya adalah kakak pertama dikeluargaku, sedangkan aku adalah anak terakhir.

Hari pertama sampai hari keempat liburannya, aku berusaha memenuhi semua permintaannya, mulai dari wisata kuliner sampai wisata liburan seperti : purbayasa dipurbalingga, wahana baru di Ajibarang bernama dreamland, baturaden hingga yang terakhir adalah sebuah curug yang berlokasi di desa cilongok bernama curug cipendok.

Sampai suatu saat, dihari keempat setelah pulang dari curug cipendok, dia minta dibeliin satu set tupperware. Katanya buat bekal nanti pas sekolah, harganya lumayan, Rp 350.000.. Mungkin dia kepingin setelah liat koleksi tupperware punya istriku. Ya, langsung kusuruh saja si nilam ambil tupperware punya istriku, bebas pilih daripada mubadzir. Eh, dianya tetep ngeyel minta dibeliin sesuai keinginannya. Nilam ngeyel, akupun ikut ngeyel.

Sampai keesokan harinya, istriku yang turun tangan merayu. Katanya, "udah beliin aja, itung-itung nyenengin ponakan. Toh kita ada rizki untuk membelinya". Sikapku tetep, nda. Bukan masalah uangnya, tapi kalo tetep dibeliin justru berakibat jelek buatnya, dia akan dan tetep menjadi pribadi yang manja. Sikapku ini membuat si nilam bilang "lik aan pelit", sampai-sampai dia nulis di dinding facebookku : "peliiiiit",hehe. Persis peribahasa "nila setitik, rusak susu sebelanga". Hanya karna satu permintaan nda dipenuhi, dia lupa kalo udah banyak permintaan2nya yang nilainya jauh lebih besar sudah didapatkannya.

Siang harinya, aku deketin si nilam. Senyumanku dibales dengan wajah yang cemberut. Aku bilang : "lik aan inget kalo kamu bisa bikin permen coklat kan?"
Nilam :"ya bisa, tapi ga mau buatin karna lik aannya tu pelit pisan jeh"
aku : "dah bikinin ya, nanti lik aan janji bakal beliin"
eh, langsung sumringah dia denger jawabanku
Nilam : "bener lik? ga boong kan? demi apa coba?"
aku : "demi apa ya? dah ah, ga usah demi-demian. Yang jelas lik aan udah janji"

Setelah belanja bahan baku, dia pun langsung bikin pesenanku. "Waah berbakat juga dia" pikirku. Sampai sore, udah 80 batang permen coklat terbuat. Kucicipi, enak, malah lebih enak dari yang biasa kubeli. Setelah ashar, kuajak dia ke alun2 purwokerto. Sampai di sana, langsung kubilang ke nilam:
"kita jualan permen coklat ini yuk" sambil kukeluarin hasil olahannya dari tas
Nilam : "ih lik aan tuh, kirain ke alun2 buat mainan. ga mau ah, nilamnya malu jeh"
Aku : "kalo ga mau ya udah nanti pulangnya sendirian",,di bukunya jaya setiabudi disebutkan bahwa motifasi akan bangkit pada saat keadaan terpaksa alias kepepet, ya karna kepepet takut pulang sendiri maka nilam pun mau jualan hasil kreasinya sendiri.

Singkat cerita, sore itu aku dan nilam dapet duit Rp 237.000. Pulang, saya ajak nilam untuk itung2 keuntungan yang diperoleh, dan dari omzet tadi sore didapat profit sekitar 50 %, jadi keuntungan yang diperoleh Rp 115.000. Langsung kubilang : "senang ga?"
Nilam : "ya, ternyata jualan seneng deh"
batinku : "ya kalo untung...hehe" aku ga mau nurunin semangatnya dia dalam berjualan
aku : "ya udah, besok kita bikin lagi dan jual lagi"
Nilam : "oke"

Akhirnya, sampai dia pulang ke Cirebon, dengan modal nekat dan beraninya, dia bisa beli tupperware dengan uangnya sendiri, bahkan dia masih bawa sisa untungnya sekitar 2 kali lipat dari harga tupperware yang dibelinya.

Setelah dia sms udah nyampe di cirebon, kubales smsnya : "banggalah jadi anak yang mandiri"