"Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekedar melewati jalan (musafir)"

Selasa, 22 Mei 2012

Romantisnya

 
Aku mengenalmu lewat jiwa bukan lewat mata
Aku menjadikanmu teman lewat hati bukan sekedar basa-basi
ku tak tahu......seperti apa aku dalam pandanganmu
selayak apa aku dalam penilaianmu
tapi yang aku tahu......
meski dengan keterbatasanku,berbalut kekuranganku
aku menulis namamu dihatiku
sejak awal....dan....takkan pernah terganti lagi
apalagi terhapus sebagai kekasih di hatiku
kemarin....hari ini....ataupun.....nanti
INSYAALLAH

Kisah yang Indah


Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud,  mereka belum dikaruniai seorang anak karena masih dikategorikan pengantin yang masih baru. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu daurah/pengajian/ta'lim di luar kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap maka ia dan istrinya terus memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk mendatangi ta'lim tersebut. Perlu diketahui bahwa dahulu ketika sang suami ingin menikah, ia tidak mempunyai uang yang cukup untuk meminang seorang wanita. Pernikahannya berlangsung karna bantuan dari teman-temannya di pondok.

Kedua insan itu terus dilanda kebingungan, karna jarak yang harus ditempuh menuju lokasi ta'lim sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah…. Allah Ta'ala telah Menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya. Sikap seperti ini tidak lain karna keyakinannya terhadap firman Allah Ta'ala :
"Allah Ta'ala Meluaskan rizki dan Menyempitkan bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka gembira dengan kehidupan dunia padahal kehidupan dunia itu dibanding dengan kehidupan akhirat hanyalah kesenangan yang sedikit" (Ar Ra'd : 26)

Suatu hari istrinya yang walhamdulillah sangat qona’ah dan juga zuhud, berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak penyimpanannya. Dan alhamdulillah uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-...Teman, tidakkah kita mengambil pelajaran dari kondisi ini? Ada hamba Allah yang baru bisa mendapatkan uang Rp 10.000,- setelah menabung beberapa bulan, sedangkan kita? dalam sehari saja kadang kita mampu mendapatkan uang sejumlah itu bahkan lebih. Tapi apa yang terjadi pada diri kita? kita tidak bersyukur kepada Allah Ta'ala, bahkan kita justru mengeluh kepadaNya, kita tidak ridha terhadap pemberianNya...
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat kelu kesah lagi kikir"  (Al Ma'arij : 19)

Kemudian sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk membuatkan arem-arem (bahasa jawa) sebagai bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya. Akhirnya sang suami berangkat untuk menghadiri ta'lim dengan berjalan kaki. Tidak tanggung-tanggung, perjalanan itu harus ditempuh selama 3 hari 3 malam....MasyaAllah

Sesampainya dilokasi ta'lim, ia pun sangat antusias untuk mengambil ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling depan dan dekat dengan ustadz pemateri. Namun beberapa saat kemudian ia mendapat teguran oleh seseorang di sampingnya karena setiap beberapa menit ia selalu meluruskan kakinya ketika materi berlangsung… hal itu tidak ia lakukan sekali-dua kali…. namun hingga beberapa kali… hingga akhirnya orang di sampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak sopan….

Saat istirahat pun tiba… ia berkumpul dengan ikhwan lain di dapur untuk membantu berbenah. Kemudian ia menceritakan kisah 3 hari 3 malamnya itu kepada salah seorang ikhwan di tempat tersebut dan cerita perjalanannya tersebut membuat tercengang orang-orang yang mendengarnya. Akhirnya cerita itu sampai ke telinga ustadz pemateri pengajian. Ustadz pun tercengang dengan kisah itu dan akhirnya ustadz beserta ikhwan yang lain mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan kepadanya, dan terkumpulah uang Rp 300.000,- sebagai dana bantuan untuk kepulangannya.

MasyaAllah, kisah nyata yang begitu indah. Seharusnya kita malu kepada pria diatas, ditengah kondisi ekonominya yang kurang, ia tetap berbaik sangka kepada Allah Ta'ala. Meskipun tanpa kendaraan bermotor, dia tetap bersemangat dalam menuntut ilmu. Dia jadikan kedua kakinya sebagai kendaraan yang mengalahkan kendaraan bermotor sekalipun. Sedangkan kita? kelimpahan rizki, kendaraan bermotor ada tapi justru semua karunia itu jarang atau bahkan tidak pernah kita gunakan untuk menuntut ilmu. Padahal menuntut ilmu adalah bagian dari ibadah, berkata Imam Syafi'i rahimahullah :
"menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah" (musnad asy syafi'i)

Itu semua karna sifat malas kita kepada ilmu padahal justru ilmulah yang akan menyelamatkan kita dari kebinasaan. Begitu banyak contoh dari pendahulu kita yang shalih tentang bagaimana mereka bersemangat dalam menuntut ilmu meskipun dalam kondisi yang buruk, sebagaimana riwayat dari Ibnu Thahir al maqdisy rahimahullah :
"Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku"

Sungguh indah apa yang telah dikatakan oleh Yahya bin Abi Katsir rahimahullah :
 “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (dengan santai/tidak bersungguh-sungguh” (Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi)

Senin, 21 Mei 2012

Imam Ahmad bin Hanbal

Dalam kitab Manaqib Al-Imam Ahmad karangan Imam Ibnul Jauzy hal 205 dikisahkan bahwa ada seseorang yang mendatangi Imam Ahmad dan bertanya kepada beliau, "Wahai Imam, bagaimana menurut anda mengenai sya'ir ini?"

Beliau menjawab, "Sya'ir apakah ini?" kemudian orang tersebut membaca sya'ir berikut :




Jika Rabbku berkata kepadaku, "Apakah engkau tidak malu bermaksiat kepadaKu?"
Engkau menutupi dosamu dari makhlukKu tapi dengan kemaksiatan engkau mendatangiKu

Maka bagaimana aku akan menjawabnya? Aduhai, celakalah aku dan siapa yang mampu melindungiku?


Aku terus menghibur jiwaku dengan angan-angan dari waktu ke waktu
Dan aku lalai terhadap apa yang akan datang setelah kematian dan apa yang akan datang setelah aku dikafani
 Seolah-olah aku akan hidup selamanya dan kematian tidak akan menghampiriku

Dan ketika sakaratul maut yang sangat berat datang menghampiriku, siapakah yang mampu melindungiku?
Aku melihat wajah-wajah manusia, tidakkah ada di antara mereka yang akan menebusku?
Aku akan ditanya tentang apa yang telah aku persiapkan untuk dapat menyelamatkanku (di hari pembalasan)


Maka bagaimanakah aku dapat menjawabnya setelah aku melupakan agamaku

Aduhai sungguh celakalah aku, tidakkah aku mendengar firman Allah yang menyeruku?
Tidakkah aku mendengar apa yang datang kepadaku (dalam surat) Qaaf dan Yasin itu?
Tidakkah aku mendengar tentang hari kebangkitan, hari dikumpulkannya (manusia), dan hari pembalasan?
Tidakkah aku mendengar panggilan kematian yang selalu menyeruku, memanggilku?


Maka wahai Rabbku, akulah hambaMu yang ingin bertaubat, siapakah yang dapat melindungiku?
Melainkan Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Luas Karunianya, Dialah yang memberikan hidayah kepadaku
Aku datang kepadaMu, maka rahmatilah diriku dan beratkanlah timbangan (kebaikanku)
Ringankanlah hukumanku, sesungguhnya hanya Engkaulah yang kuharapkan pahalanya untukku

Imam Ahmad terus melihat bait-bait syair tersebut dan mengulang-ulangnya kemudian beliau menangis tersedu-sedu. Salah seorang muridnya mengatakan bahwa beliau hampir pingsan karena begitu banyaknya menangis. Ahmad bin hanbal, Ulama yang mendapat julukan sebagai Imam Ahlussunnah waljama'ah
"sesungguhnya yang takut kepada Allah Ta'ala diantara para hambaNya adalah ulama" (al fathir:28)

 

.

Rabu, 16 Mei 2012

Niat Dalam Shalat

Semua sepakat jika niat adalah salah satu syarat sahnya shalat. Ini sebagaimana hadits yang sangat masyhur dari 'umar bin khattab : "sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan setiap orang akan diberi balasan sesuai niatnya". Yang menjadi masalah adalah apakah niat itu harus dilafadzkan atau tidak?

Selama ini, kita di indonesia diberi pelajaran bahwa niat itu harus dilafadzkan, seperti "ushalli fardhu subhi.....". Dan niat seperti itu diucapkan baik secara keras maupun pelan sebelum takbiratul ihram. Apakah pelajaran tersebut sudah sesuai tuntunan Rasulullah? karna diterima atau tidaknya suatu amalan ibadah itu ditentukan oleh 2 faktor, ikhlas karna Allah Ta'ala dan sesuai tuntunan Rasulullah.

1. Dari 'aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata: "Adalah Rasulullah shalallahu 'alyhi wa sallam membuka shalat dengan takbiratul ihram" (Riwayat Muslim)

2. Dari 'Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: "Aku melihat Rasulullah shalallahu 'alayhi wa sallam membuka dengan bacaan takbir dalam shalat, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya" (riwayat Bukhari)

Dua keterangan diatas menunjukan bagaimana tuntunan yang telah diberikan rasulullah shalallahu 'alayhi wa sallam dalam melakukan shalat, yaitu shalat dibuka dengan takbiratul ihram dan sebelumnya beliau tidak membaca apapun.

Berkata Muhammad bin Al Qasim rahimahullah, "Niat merupakan amalan hati. Melafadzkannya dengan keras merupakan perbuaan yang mengada-ada yang tidak pernah diajarkan Rasulullah shalallahu 'alayhi wa sallam, selain itu juga bisa menggangu orang lain"

Mungkin kelompok yang menganjurkan niat harus diucapkan berargumen bahwa itu adalah madzhabnya imam syafi'i, bukan madzhab yang lain dan perbedaan dalam madzhab itu termasuk wilayah yang diperbolehkan jadi ya boleh saja mengucapkan niat.

Jawaban pertama, cukuplah kaidah dasar yang sangat indah dari imam syafi'i itu sendiri. beliau rahimahullah berkata : "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadits Rasulullah, maka peganglah hadits tersebut dan tinggalkan pendapatku itu". Jadi, jika benar melafadzkan niat itu adalah pendapatnya imam syafi'i, maka sesuai kaidah diatas secara tidak langsung beliau menyuruh agar kita meninggalkan pendapatnya tentang melafadzkan niat. Kenapa? karna melafadzkan niat berlainan dengan hadits rasulullah. Lihat kembali hadits dari 'aisyah dan Ibnu 'umar diatas, disitu jelas-jelas diterangkan bahwa rasulullah memulai shalat langsung dengan takbiratul ihram bukan dengan ucapan "usholli fardhu.....".

Jawaban kedua, apakah benar melafadzkan niat sebelum takbiratul ihram itu benar-benar pendapatnya Imam Syafi'i? atau justru hanya mendompleng nama besar seorang Imam Syafi'i saja?. Kenyataanya justru begitu banyak ulama bermadzhab syafi'i yang melarang untuk melafadzkan niat. Sulaiman bin Umar Asy Syafi'i rahimahullah berkata : "Barangsiapa yang mengatakan bahwa mengeraskan lafadz niat termasuk sunnah, maka dia telah keliru dan tidak boleh baginya dan orang selainnya untuk berbicara tentang agama Allah Ta'ala tanpa ilmu". Dan cukuplah perkataan dari seorang ulama besar yang bermadzhab syafi'i, beliau adalah Imam An Nawawi rahimahullah. Dalam kitabnya Al Majmu, beliau berkata : "Orang yang mengatakan bahwa wajib melafadzkan niat dalam shalat telah melakukan kekeliruan. Dan bukanlah yang dimaksudkan oleh Imam Syafi'i dengan perkataan beliau "...maka shalat tidak sah kecuali denga diucapkan" adalah wajibnya melafadzkan niat. Namun yang beliau maksudkan adalah takbiratul ihram"

Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah mengatakan: "Tidak ada seorang pun dari kalangan imam madzhab yang empat, tidak Asy Syafi’i, dan tidak pula yang lainnya yang mengatakan disyaratkannya melafadzkan niat. Tempat niat adalah di hati berdasarkan kesepakatan mereka. Akan tetapi sebagian ulama belakangan mewajibkan melafadzkan niat dan mengklaimnya sebagai salah satu pendapat imam Asy Syafi’i. Imam An Nawawi mengatakan, ”Orang yang mewajibkan melafadzkan niat adalah keliru."

Kesimpulannya adalah melafadzkan niat itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu 'alayhi wa sallam dan tidak pula bagian dari pendapat Imam syafi'i. Berari tidak melafadzkan niat sama saja tidak niat dong? padahal niat adalah syarat sahnya shalat? jawabannya, niat dalam shalat tidak perlu dilafadzkan karna niat itu adanya dalam hati. 

Jika anda sedang dirumah, kemudian terdengar adzan terus anda ambil wudhu karna muncul keinginan dihati anda untuk melaksanakan shalat semata-mata karna Allah Ta'ala maka pada hakikatnya anda sudah berniat shalat secara ikhlas dan sudah termasuk sebagai syarat sahnya shalat tanpa perlu mengucapkan "usholi fardhu....." sebelum takbiratul ihram. Tapi sebaliknya, setelah mendengar adzan terus muncul keinginan dihati untuk shalat karna ingin dilihat seseorang maka keikhlasan niatnya perlu dipertanyakan meskipun dia mengucapkan "usholli fardhu....", bahkan kondisi ini berlipat kesalahannya, yaitu ketidakikhlasan niat dan mengada-ada dalam amalan karna telah mengucapkan "usholli fardhu..."

Semoga Allah Ta'ala selalu Memperbaiki urusan kita, terkhusus dalam urusan agama ini dan semoga kita termasuk dalam golongan yang telah disabdakan oleh Rasulullah shalallahu 'alyhi wa sallam dari sahabat Mu'awiyah bin abi sufyan:

"barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala berupa kebaikan maka Allah Ta'ala akan Memahamkan dia dalam urusan agama"

Ya, paham dalam urusan agama akan membuahkan hasil amalan yang sesuai dengan tuntunan rasulullah. Dan untuk paham dalam urusan agama maka tidak ada jalan selain menuntut ilmu. Inilah kenapa menuntut ilmu agama wajib 'ain bagi setiap muslim. Wallaahu a'lam

Minggu, 13 Mei 2012

Koq bisa ya????

Dulu rata-rata berat badanku 49kg, maksimal 50kg padahal tinggi badannya diatas 175cm. Bahkan pas kuliah tingkat pertama, aku masuk sebagai anggota "feedeng program". Sebuah program pertolongan buat mahasiswa-mahasiswa yang katanya kekurangan gizi..hixhixhix. Sampai sekarang kartu feedeng programnya masih aku simpen...

Dan sekarang, berat badanku 87kg...padahal intensitas dan porsi makanku sekarang kalah dengan waktu kuliah.. koq bisa ya?????

Kerinduanku

3-4 sya'ban 1432 H/ 23-24 Juni 2012...

Masih sekitar satu bulan hari itu datang, hari yang ditunggu-tunggu oleh segenap kaum muslimin ahlussunnah di Indonesia. Sebuah acara besar akan hadir di hari tersebut insyaAllah, berlokasi di bantul, negeri ngayogyakarta. Yang jelas acaranya lebih besar dan lebih ditunggu-tunggu dari acara sekelas royal wedding seorang pangeran. bagaimana tidak, Indonesia akan kedatangan tamu istimewa. Tamu tersebut bukanlah pewaris tahta sebuah kerajaan, akan tetapi tamu tersebut adalah para pewaris nabi. Merekalah ulama, pelita ditengah umat islam. Berkata abu muslim al khaulani rahimahullah : "Para ulama dimuka bumi seperti bintang-bintang dilangit. bila bintang-bintang itu tampak, maka orang-orang mengambil petunjuk dengan bintang-bintang itu dan bila bintang-bintang itu tidak terlihat oleh mereka maka mereka menjadi bingung"

Akan hadir insyaAllah para ulama dari negeri penuh ilmu, arab saudi dan yaman :
1. Asy Syaikh ‘Ubaid bin Abdillah al-Jabiri (Madinah)
2. Asy Syaikh ‘Abdullah bin Umar al-Mar’ie (Yaman)
3. Asy Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri (Kuwait)
4. Asy Syaikh Muhammad Ghalib al-’Umari (Madinah)



Khusus buatku, rencana daurah/pengajian tersebut tidak hanya sekedar menuntut ilmu. Lebih dari itu, muncul sebuah kebahagiaan karna kerinduan yang selama ini hadir dihati akan segera terobati. Rindu berjumpa dengan seorang alim rabbani, yang begitu peduli dengan urusan umat islam. Seorang yang selama ini hanya kudengar lewat ceramah ataupun cerita ustadz dan seorang yang selama ini hanya kubaca lewat karya-karyanya maupun fatwa-fatwanya.


Jika syaikh abdullah almar'ie, syaikh khalid dan syaikh muhammad ghalib hafidzahumullah sudah pernah bertemu beberapa kali tapi ulama ini belum sama sekali kulihat secara langsung. Dialah Asy Syaikh 'Ubaid al jabiri hafidzahullah, seorang ulama besar dari bumi madinah. Selama ini, sosok dan kepribadiannya hanya kuketahui lewat perantara tapi dengan izin Allah Ta'ala satu bulan lagi aku bisa menatap langsung. Bukan karna ghuluw atau berlebih-lebihan tapi kebahagiaan ini muncul akibat kerinduan yang begitu besar untuk dapat berjumpa dengan beliau.

"bukankah kebahagiaan terbesar seseorang adalah detik-detik ketika ia berjumpa dengan orang yang dirindukannya" 

Sekarang beliau berumur 74 tahun, dan dari yang kuketahui beliau telah menginfakan hidupnya dalam dakwah dijalan Allah Ta'ala. Karna itulah beliau telah mendapat pujian dari para ulama, salah satunya dari seorang ahli hadits yang masih hidup pada zaman ini, bermukim di mekkah, begitu disegani oleh umat islam dan para ulama yang lain, dialah syaikh rabi' bin hadi al madkhali hafidzahullah. Beliau ditanya oleh sejumlah pemuda dari kota manchester: apa pendapat anda tentang syaikh 'ubaid al jabiri? apakah beliau bukan seorang alim dan hanya penuntut ilmu biasa saja?..maka syaikh rabi menjawab: Barangsiapa yang mencela beliau dan mengatakannya bodoh maka orang ini telah menempuh jalan setan dan mengikuti pola-pola hizbiyyah dalam mencela ulama. Syaikh ubaid termasuk ulama yang terkenal dengan sikap wara', zuhud dan berkata kebenaran..baarakallahu fiikum. (kabar tazkiyah/pujian syaikh rabi ini aku dapatkan dari ustadz muhammad yahya hafidzahullah)
 
Ayo kawan, kita ramaikan rumahnya Allah Ta'ala, tepatnya di masjid agung manunggal bantul. Kita niatkan untuk mengambil mutiara-mutiara ilmu dari para ulama yang akan hadir. Ini merupakan nikmat yang besar, karna seharusnya kita sebagai penuntut ilmu yang mendatangi ulama tapi alhamdulillah justru ulama yang akan mendatangi kita. Kita bisa lihat langsung wajah para pewaris nabi, bisa mendengar langsung mutiara hikmahnya dan tentunya berbahagia dengan janjinya Allah Ta'ala melalui lisan Rasulullah shalallaahu 'alayhi wassalam: 

"barangsiapa melangkahkan kakinya untuk menuntut ilmu maka Allah Ta'ala akan memudahkan baginya jalan menuju surga"

"tidaklah sebuah kaum berkumpul dirumah dari rumah-rumahnya Allah Ta'ala, mereka mebaca kitabnya Allah dan saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, mereka dikelilingi para malaikat dan Allah Ta'ala akan Menyebut-nyebut mereka dihadapan makhluk yang ada disisNya"

(dua hadits diriwayatkan imam muslim rahimahullah dari abu hurairah radhiyallahu 'anhu)