"Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekedar melewati jalan (musafir)"

Selasa, 22 Mei 2012

Kisah yang Indah


Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud,  mereka belum dikaruniai seorang anak karena masih dikategorikan pengantin yang masih baru. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu daurah/pengajian/ta'lim di luar kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap maka ia dan istrinya terus memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk mendatangi ta'lim tersebut. Perlu diketahui bahwa dahulu ketika sang suami ingin menikah, ia tidak mempunyai uang yang cukup untuk meminang seorang wanita. Pernikahannya berlangsung karna bantuan dari teman-temannya di pondok.

Kedua insan itu terus dilanda kebingungan, karna jarak yang harus ditempuh menuju lokasi ta'lim sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah…. Allah Ta'ala telah Menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya. Sikap seperti ini tidak lain karna keyakinannya terhadap firman Allah Ta'ala :
"Allah Ta'ala Meluaskan rizki dan Menyempitkan bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka gembira dengan kehidupan dunia padahal kehidupan dunia itu dibanding dengan kehidupan akhirat hanyalah kesenangan yang sedikit" (Ar Ra'd : 26)

Suatu hari istrinya yang walhamdulillah sangat qona’ah dan juga zuhud, berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak penyimpanannya. Dan alhamdulillah uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-...Teman, tidakkah kita mengambil pelajaran dari kondisi ini? Ada hamba Allah yang baru bisa mendapatkan uang Rp 10.000,- setelah menabung beberapa bulan, sedangkan kita? dalam sehari saja kadang kita mampu mendapatkan uang sejumlah itu bahkan lebih. Tapi apa yang terjadi pada diri kita? kita tidak bersyukur kepada Allah Ta'ala, bahkan kita justru mengeluh kepadaNya, kita tidak ridha terhadap pemberianNya...
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat kelu kesah lagi kikir"  (Al Ma'arij : 19)

Kemudian sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk membuatkan arem-arem (bahasa jawa) sebagai bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya. Akhirnya sang suami berangkat untuk menghadiri ta'lim dengan berjalan kaki. Tidak tanggung-tanggung, perjalanan itu harus ditempuh selama 3 hari 3 malam....MasyaAllah

Sesampainya dilokasi ta'lim, ia pun sangat antusias untuk mengambil ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling depan dan dekat dengan ustadz pemateri. Namun beberapa saat kemudian ia mendapat teguran oleh seseorang di sampingnya karena setiap beberapa menit ia selalu meluruskan kakinya ketika materi berlangsung… hal itu tidak ia lakukan sekali-dua kali…. namun hingga beberapa kali… hingga akhirnya orang di sampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak sopan….

Saat istirahat pun tiba… ia berkumpul dengan ikhwan lain di dapur untuk membantu berbenah. Kemudian ia menceritakan kisah 3 hari 3 malamnya itu kepada salah seorang ikhwan di tempat tersebut dan cerita perjalanannya tersebut membuat tercengang orang-orang yang mendengarnya. Akhirnya cerita itu sampai ke telinga ustadz pemateri pengajian. Ustadz pun tercengang dengan kisah itu dan akhirnya ustadz beserta ikhwan yang lain mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan kepadanya, dan terkumpulah uang Rp 300.000,- sebagai dana bantuan untuk kepulangannya.

MasyaAllah, kisah nyata yang begitu indah. Seharusnya kita malu kepada pria diatas, ditengah kondisi ekonominya yang kurang, ia tetap berbaik sangka kepada Allah Ta'ala. Meskipun tanpa kendaraan bermotor, dia tetap bersemangat dalam menuntut ilmu. Dia jadikan kedua kakinya sebagai kendaraan yang mengalahkan kendaraan bermotor sekalipun. Sedangkan kita? kelimpahan rizki, kendaraan bermotor ada tapi justru semua karunia itu jarang atau bahkan tidak pernah kita gunakan untuk menuntut ilmu. Padahal menuntut ilmu adalah bagian dari ibadah, berkata Imam Syafi'i rahimahullah :
"menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah" (musnad asy syafi'i)

Itu semua karna sifat malas kita kepada ilmu padahal justru ilmulah yang akan menyelamatkan kita dari kebinasaan. Begitu banyak contoh dari pendahulu kita yang shalih tentang bagaimana mereka bersemangat dalam menuntut ilmu meskipun dalam kondisi yang buruk, sebagaimana riwayat dari Ibnu Thahir al maqdisy rahimahullah :
"Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku"

Sungguh indah apa yang telah dikatakan oleh Yahya bin Abi Katsir rahimahullah :
 “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (dengan santai/tidak bersungguh-sungguh” (Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar